PUASA
PUnjere Ageman sarono soko Syariate Akhlak
(Pusatnya pedoman/kepercayaan/agama/pakaian/merupakan sarana dari syariat/hukum/peraturan tingkah laku/tabiat)
POSO
ngePOSno roSO
(Memposisi/menempatkan rasa)
SIAM
SawIjine Agem-agem e Manungso
(Salah satu pedoman/kepercayaan/agama/pakaian manusia)
Ibadah puasa ramadhan merupakan hari istimewa bagi seluruh lapisan kaum muslimin tanpa terkecuali.
Puasa sesungguhnya peperangan nyata dalam meraih wujud sempurna membentuk jiwa dan rasa.
Dengan adanya puasa, seyogyannya insan bisa mencari serta memadukan rangkaian unsur teladan sebagai jembatan mendapatkan wujud sempurna itu sendiri.
Dengan memupuk ketaqwaan dan keimanan maka secara tidak langsung.
Jejak yang ditempuh, menghantarkan langkah untuk menemukan jalan dalam menuju kesempurnaan.
Soal tersendat dan terhambat, itu semua tergantung pada diri pribadi insan yang menjadi pelaku pelengkap dalam menjalankan amanah.
Karena rumus puasa itu sendiri merupakan ujian mental sekaligus pembersih akhlak.
Disamping sebagai pembersih dan memupuk kepribadian. Puasa juga merupakan pancaran bentuk pembelajaran diri serta menanam rasa solidaritas tinggi, agar jiwa-jiwa yang kerap terlelap dan terlena dalam wujud kemewahan, bisa ikut merasakan kepedihan yang sering kali dirasakan oleh insan lain yang statusnya di bawah garis kemiskinan (fakir).
Sudah menjadi tradisi, dalam bulan suci Ramadhan, dan yang pasti menjadi ajang perlombaan untuk menyalurkan amal atau shodakoh demi untuk mendapatkan berkah dari Sang Pemilik hidup?
Itulah pemikiran yang salah arah!
Bentuk pendapat yang tanpa dasar!
PUASA
Pusatnya kepercayaan/agama/pakaian/merupakan sarana dari syariat/hukum/peraturan tingkah laku/tabiat.
Dari sini, pada sekelumit uraian maksud dari "PUASA" telah dijelaskan serta diperjelas, bahwasanya setiap insan pasti memiliki pegangan kepercayaan yang diyakini sesuai keyakinannya masing-masing. Baik itu dari berbagai rumus agama maupun kepercayaan yang memang telah mendarah daging semenjak insan mengenal akan tuntunan maupun ajaran keimanan sejak dini.
Tiada terpungkiri, ajaran serta kepercayaan manapun pasti mengajarkan akan kebaikan untuk berinteraksi membina wacana toleransi, baik itu bertoleransi pada umat lainnya maupun umat yang termasuk dalam golongannya.
Namun kesemuanya tetap beracuan pada hakekat prilaku serta akhlak yang dimiliki oleh masing-masing insan.
Pada dasarnya, tidak satupun aliran serta kepercayaan manapun yang mengajarkan akan keburukan, apalagi menciptakan sela prahara pada masing-masing umat lainnya.
Secara tidak langsung, pakaian (ageman) sebenarnya telah disandang untuk memupuk keimanan yang sesungguhnya telah tertanam.
Ajaran serta kepercayaan itu merupakan busana bagi yang menekuninya.
Tentang wujud kemewahan busana, keindahan dan kuatnya bahan busana yang dikenakan, itu tergantung pada masing-masing insan. Dan bukan dari wujud busananya.
Buruk, lemah dan rendahnya wujud busana, semua itu tidak lepas dari pencerminan tingkah laku yang ditebarkan oleh oknum yang memakai busana.
Karena cerminan tingkah laku serta akhlak, merupakan sarana mencermelangkan segala ajaran serta kepercayaan yang di sandangnya atau pakaian yang di kenakan.
Bila kesemuanya bisa diwujudkan yang dimaksud dalam makna puasa, yang pasti ibadah puasa yang dilakukan akan menuai hasil yang sesungguhnya. Dan tidak cuma mendapat rasa haus dan lapar saja!
Tiada beda dengan "POSO" atau mengeposno roso (memposisikan/menempatkan rasa).
Dari sini bisa diambil pemahaman, bahwasanya memposisikan atau menempatkan rasa dalam menempuh puasa tiada lain dan tiada bukan adalah mengekang segala keinginan (negatif) yang kerap mengiringi atau juga menguasai pikiran dan hati.
Dan kebanyakan dari mereka melakukan ibadah puasa hanya menjadi sarana untuk menahan lapar dan haus saja. Sedangkan keinginan dalam pikiran dan hati dibiarkan bebas meraih segala angan-angan yang justru memacu hasrat untuk merontokkan akan nilai puasa.
Bila ibadah puasa dilakukan berdasarkan niat ibadah karena perintah yang telah menjadi tuntunan dasar.
Dalam konteksnya, ibadah puasa merupakan sarana utama untuk mendapatkan hidayah dalam menyambut berkah.
Bila demikian adanya, pelaku penempuh ibadah puasa seyogiannyan harus ikhlas lahir dan batin.
Tidak terkekang hanya menuruti rasa sungkan!
Tidak harus merencanakan hidangan yang di nikmati menjelang berbuka puasa!
Tidak berandai-andai menghayal hidangan!
Maupun tidak menghitung perdetik waktu menjelang berbuka!
Inilah yang di maksud dengan ngeposno roso atau memposisikan/menempatkan rasa dalam alur yang sesungguhnya.
Dan ini juga di katagorikan sebagai salah satu agem-agem (pedoman) yang seharusnya menjadi pakaian sejati untuk insan yang berjalan dalam syariat yang sesungguhnya.
Sebagai bahan renungan.
Uraian di atas, sebenarnya tidak hanya untuk melakukan ibadah puasa saja, namun bisa dicerminkan melalui ibadah-ibadah lainnya yang juga merupakan wujud pakaian hidup yang menguatkan akan adanya insan yang memiliki kesempurnaan.
Teruntuk all sahabat tercinta ..
Selamat menyambut dan menjalankan ibadah puasa ..
Mohon maaf bila selama ini ada kata-kata yang tak berkenan
Bermandi kata
Berselimutkan makna
Beralas rasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar