Di sela-sela pelaksanaan ibadah puasa di bulan Ramadhan, ada sesuatu kejadian yang membuat warga kampung simo di liputi tanda tanya, semenjak awal puasa di desa itu muncul seorang bocah asing yang penuh misteri, dan semenjak kemunculan bocah itu, warga kampung simo senantiasa membicarakan prihal bocah tersebut.
Beberapa anggapan tentang bocah mesteri itu bermunculan, ada yang mengatakan bocah itu hilang ingatan, gelandangan .. walau demikian tak seorang warga pun yang mengetahui secara pasti akan asal bocah tersebut.
Semenjak kemunculannya di kampung simo, sudah tiga kali dia menggoda anak-anak di kampung itu, entah itu anak sebayanya, ataupun anak-anak remaja diatasnya bahkan orang-orang tua, dan hari ini dia terlihat mondar-mandir keliling kampung. Melihat Hal ini orang kampung yang mengetahuinya dan saat berpapasan dengan dia, memalingkan muka, dan seolah-olah tak menghiraukannya, karena bagi warga kampung, hal ini sungguh menyebalkan.
Yah, bagaimana tidak menyebalkan, anak itu menggoda dengan berjalan kesana kemari sambil tangan kanannya memegang roti isi daging yang tampak coklat menyala. Sementara tangan kirinya memegang es kelapa, lengkap dengan tetesan air dan butiran-butiran es yang melekat diplastik es tersebut.
Pemandangan tersebut akan menjadi hal yang biasa, bila orang-orang kampung melihatnya bukan pada bulan puasa .. !?! .. Tapi ini justru terjadi ditengah hari pada bulan puasa .. !?! .. Bulan ketika banyak orang sedang menahan lapar dan haus. Es kelapa dan roti isi daging yang di bawa bocah tersebut tentu saja menggoda orang yang melihatnya.
Pemandangan itu semakin bertambah tidak biasa, karena kebetulan selama tiga hari semenjak bocah itu ada, matahari dikampung itu lebih terik dari biasanya. Dan hal itulah yang membuat warga kampung menyimpan kedongkolannya pada bocah misteri tersebut.
Rizal mendapat laporan dari orang-orang kampung mengenai bocah itu. Mereka tidak berani melarang bocah kecil itu yang menyodor-nyodorkan dan memperagakan bagaimana dengan nikmatnya dia mencicipi es kelapa dan roti isi daging yang dibawanya tersebut.
Pernah ada yang melarangnya, tapi orang itu kemudian dibuat mundur ketakutan sekaligus keheranan. Setiap kali dilarang, bocah itu akan mendengus dan matanya akan memberikan kilatan yang menyeramkan. Hal ini membuat mundur semua orang yang akan melarangnya. Dengan kejadian ini, maka tak seorangpun yang berani merlarang ataupun mencegahnya.
Mendapat laporan dan keluhan warga kampung, Rizal memutuskan akan menunggu kehadiran bocah itu. Kata orang kampung, belakangan ini, setiap ba’dha dzuhur, bocah itu akan muncul secara misterius.
Bocah itu akan muncul dengan pakaian lusuh yang sama dengan hari-hari kemarin dan akan muncul pula dengan es kelapa dan roti isi daging yang sama juga .. !?! ..
Tidak lama Rizal menunggu, bocah itu datang lagi. Benar, ia menari-nari dengan menyeruput es kelapa itu. Tingkah bocah itu jelas membuat orang lain menelan ludah, tanda ingin meminum es itu juga. Rizal pun lalu menegurnya.
Ditegur seperti itu bocah itu bukannya takut, bocah itu malah mendelik hebat dan melotot, seakan-akan matanya akan keluar menghampiri Rizal.
untuk sesaat Rizal terkesima dan secara refleks Rizal pun mundur beberapa langkah, tak berapa lama Rizalpun tersadar dan dengan kemantapan hati, dia pun mulai menghampiri bocah misteri itu ..
untuk sesaat Rizal terkesima dan secara refleks Rizal pun mundur beberapa langkah, tak berapa lama Rizalpun tersadar dan dengan kemantapan hati, dia pun mulai menghampiri bocah misteri itu ..
"Bismillahir Rohamaniir Rohiim." ucap Rizal dengan kembali mencengkeram lengan bocah itu. Rizal mengkuatkan mentalnya. Ia berpikir, kalau memang bocah itu bocah jadi-jadian, ia akan korek keterangan apa maksud semua ini.
Kalau memang bocah itu "bocah beneran" pun, ia juga akan cari keterangan, siapa dan dari mana sesungguhnya bocah itu.
Kalau memang bocah itu "bocah beneran" pun, ia juga akan cari keterangan, siapa dan dari mana sesungguhnya bocah itu.
Mendengar mendengar bacaan kalimah Basmalah itu, bocah tadi mendadak menuruti tarikan tangan Rizal. Rizal pun menyentak tanggannya, menyeret dengan halus bocah itu, dan membawanya ke rumah.
Gerakan Rizal diikuti dengan tatapan penuh tanda tanya dari orang-orang kampung yang melihatnya.
"Ada apa Tuan melarang saya meminum es kelapa dan menyantap roti isi daging ini .. ?!? .. Bukankah ini kepunyaan saya .. ?!?" tanya bocah itu sesampainya di rumah Rizal, seakan-akan dia tahu bahwa Rizal akan bertanya tentang kelakuannya. Matanya masih lekat menatap tajam pada Rizal.
"Maaf ya, itu karena kamu melakukannya dibulan puasa," jawab Rizal dengan halus," apalagi kamu tahu, bukankah seharusnya kamu juga harus berpuasa .. ?!? .. Kamu bukannya ikut menahan lapar dan haus, tapi malah menggoda orang dengan tingkahmu itu .."
Sebenarnya Rizal masih akan mengeluarkan uneg-unegnya, mengomeli anak itu. Tapi mendadak bocah itu berdiri sebelum Rizal selesai. Ia menatap Rizal lebih tajam lagi.
Sebenarnya Rizal masih akan mengeluarkan uneg-unegnya, mengomeli anak itu. Tapi mendadak bocah itu berdiri sebelum Rizal selesai. Ia menatap Rizal lebih tajam lagi.
"Itu kan yang kalian lakukan juga kepada kami semua .. !?! ..”
“Bukankah kalian yang lebih sering melakukan hal ini ketimbang saya ..?!? ..”
“Kalian selalu mempertontonkan kemewahan ketika kami hidup dibawah garis kemiskinan pada sebelas bulan diluar bulan puasa .. ?!? ..”
“Bukankah kalian yang lebih sering melupakan kami yang kelaparan, dengan menimbun harta sebanyak-banyaknya dan melupakan kami .. ?!? ..”
“Bukankah kalian juga yang selalu tertawa dan melupakan kami yang sedang menangis .. ?!? ..”
“Bukankah kalian yang selalu berobat mahal bila sedikit saja sakit menyerang, sementara kalian mendiamkan kami yang mengeluh kesakitan hingga kematian menjemput kami .. ?!? ..”
“Bukankah juga di bulan puasa ini hanya pergeseran waktu saja bagi kalian untuk menahan lapar dan haus .. ?!? ..”
“Ketika bedug maghrib bertalu, ketika adzan maghrib terdengar, kalian kembali pada kerakusan kalian .. ?!? .."
Bocah itu terus saja berbicara tanpa memberi kesempatan pada Rizal untuk menyela. Tiba-tiba suara bocah itu berubah. Kalau tadinya ia berkata begitu tegas dan terdengar "sangat" menusuk, kini ia bersuara lirih, mengiba.
"Ketahuilah Tuan.., kami ini berpuasa tanpa ujung, kami senantiasa berpuasa meski bukan waktunya bulan puasa, lantaran memang tak ada makanan yang bisa kami makan. Sementara Tuan hanya berpuasa sepanjang siang saja.
Dan ketahuilah juga, justru Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuanlah yang menyakiti perasaan kami dengan berpakaian yang luar biasa mewahnya, lalu kalian sebut itu menyambut Ramadhan dan 'Idul Fithri” .. ?!? ..”
Dan ketahuilah juga, justru Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuanlah yang menyakiti perasaan kami dengan berpakaian yang luar biasa mewahnya, lalu kalian sebut itu menyambut Ramadhan dan 'Idul Fithri” .. ?!? ..”
“Bukankah kalian juga yang selalu berlebihan dalam mempersiapkan makanan yang luar biasa bervariasi banyaknya, segala rupa ada, lantas kalian menyebutnya dengan istilah menyambut Ramadhan dan 'Idul Fithri” .. ?!? ..
“Tuan yang terhormat .. sebelas bulan kalian semua tertawa di saat kami menangis, bahkan pada bulan Ramadhan pun hanya ada kepedulian yang seadanya pula.”
“Tuan .. kalianlah yang melupakan kami, kalianlah yang menggoda kami, dua belas bulan tanpa terkecuali termasuk di bulan ramadhan ini. Apa yang telah saya lakukan adalah yang kalian lakukan juga terhadap orang-orang kecil seperti kami ... !?! ..”
“Tuan .. sadarkah Tuan akan ketidak abadian harta .. ?!? ..”
“Lalu kenapakah kalian masih saja mendekap harta secara berlebih .. ?!? ..”
“Tuan .. sadarkah apa yang terjadi bila Tuan dan orang-orang sekeliling Tuan tertawa sepanjang masa dan melupakan kami yang semestinya diingat .. ?!? ..”
“Bahkan, berlebihannya Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuan bukan hanya pada penggunaan harta, tapi juga pada dosa dan maksiat .. Tahukah Tuan akan adanya azab Tuhan yang akan menimpa .. ?!? ..”
“Tuan .. jangan merasa aman lantaran kaki masih menginjak bumi .. !?! ..”
“Tuan .. jangan merasa perut akan tetap kenyang lantaran masih tersimpan pangan 'tuk setahun, jangan pernah merasa matahari tidak akan pernah menyatu dengan bumi kelak ... !?! ..".
Wuahh .. entahlah apa yang ada di kepala dan hati Rizal. Kalimat demi kalimat meluncur deras dari mulut bocah kecil itu tanpa bisa dihentikan. Dan hebatnya, semua yang disampaikan bocah tersebut adalah benar adanya !?! Hal ini menambah keyakinan Rizal, bahwa bocah ini bukanlah bocah sembarangan.
Setelah berkata pedas dan tajam seperti itu, bocah itu pergi begitu saja meninggalkan Rizal yang dibuatnya terbengong-bengong.
Setelah berkata pedas dan tajam seperti itu, bocah itu pergi begitu saja meninggalkan Rizal yang dibuatnya terbengong-bengong.
Di kejauhan, Rizal melihat bocah itu menghilang bak ditelan bumi. Begitu sadar, Rizal berlari mengejar ke luar rumah hingga ke tepian jalan raya kampung Simo. Ia edarkan pandangan ke seluruh sudut yang bisa dilihatnya, tapi ia tidak menemukan bocah itu.
Rizal bertanya semua orang di ujung jalan, tapi semuanya menggeleng bingung. Bahkan, orang-orang yang menunggu penasaran didepan rumahnya pun mengaku tidak melihat bocah itu keluar dari rumah Rizal .. !?! ..
Bocah itu benar-benar misterius .. !?! .. Dan sekarang ia malah menghilang .. !?! .. Rizal tidak mau main-main. Segera ia putar langkah, balik ke rumah.
Ia ambil sajadah, sujud dan bersyukur. Meski peristiwa tadi irrasional, tidak masuk akal, tapi ia mau meyakini bagian yang masuk akal saja. Bahwa memang betul adanya apa yang dikatakan bocah misterius tadi. Bocah tadi memberikan pelajaran yang berharga, betapa kita sering melupakan orang yang seharusnya kita ingat. Yaitu mereka yang tidak berpakaian, mereka yang kelaparan, dan mereka yang tidak memiliki penghidupan yang layak.
Ia ambil sajadah, sujud dan bersyukur. Meski peristiwa tadi irrasional, tidak masuk akal, tapi ia mau meyakini bagian yang masuk akal saja. Bahwa memang betul adanya apa yang dikatakan bocah misterius tadi. Bocah tadi memberikan pelajaran yang berharga, betapa kita sering melupakan orang yang seharusnya kita ingat. Yaitu mereka yang tidak berpakaian, mereka yang kelaparan, dan mereka yang tidak memiliki penghidupan yang layak.
Bocah tadi juga memberikan Rizal pelajaran bahwa seharusnya mereka yang sedang berada diatas, yang sedang mendapatkan karunia Allah, jangan sekali-kali menggoda orang kecil, orang bawah, dengan berjalan membusungkan dada dan mempertontonkan kemewahan yang berlebihan.
Marilah berpikir tentang dampak sosial yang akan terjadi bila kita terus menjejali tontonan kemewahan, sementara yang melihatnya sedang membungkuk menahan lapar.
Rizal berterima kasih kepada Allah yang telah memberikannya hikmah yang luar biasa. Rizal tidak mau menjadi bagian yang Allah sebut mati mata hatinya. Sekarang yang ada dipikirannya sekarang, entah mau dipercaya orang atau tidak, ia akan mengabarkan kejadian yang dialaminya bersama bocah itu sekaligus menjelaskan hikmah kehadiran bocah tadi kepada semua orang yang dikenalnya, kepada sebanyak-banyaknya orang.
Kejadian bersama bocah tadi begitu berharga bagi siapa saja yang menghendaki bercahayanya hati. Pertemuan itu menjadi pertemuan yang terakhir. Sejak itu Rizal tidak pernah lagi melihatnya, selama-lamanya. Rizal rindu kalimat-kalimat pedas dan tudingan-tudingan yang memang betul adanya. Rizal rindu akan kehadiran anak itu agar ada seseorang yang berani menunjuk hidungnya ketika ia salah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar