Banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil dari pengalaman hidup, baik itu pengalaman hidup pribadi maupun pengalaman hidup dari orang lain. Pengalaman hidup orang lain itu bisa juga disebut sebagai "Kaca Benggala" yang bisa menjadi bahan pembelajaran bagi insan.
Dengan menampung pengalaman hidup orang lain, entah itu dari segi positif ataupun negatif. Sedikit banyak insan akan mendapat wawasan dan pelajaran yang bermanfaat, dan bisa memilah-milah mana yang baik dan benar. Tanpa harus meninggalkan sifat waspada yang dimiliki setiap insan.
Dengan menampung pengalaman hidup orang lain, entah itu dari segi positif ataupun negatif. Sedikit banyak insan akan mendapat wawasan dan pelajaran yang bermanfaat, dan bisa memilah-milah mana yang baik dan benar. Tanpa harus meninggalkan sifat waspada yang dimiliki setiap insan.
Disini dimaksudkan adalah pengalaman “Raden Said” atau kanjeng “Sunan Kalijaga” yang menerima wejangan dari Nabi Khiddir.
Ketika itu, Saat Kanjeng “Sunan Kalijaga” yang juga dijuluki “Syech Malaka” berniat hendak pergi ke Mekkah. Tetapi, di tengah perjalanan Kanjeng Sunan Kalijaga bertemu dengan Nabi Khiddir. Dan apa yang menjadi niatan awal kanjeng Sunan. Pada akhirnya dihalangi dan dicegah oleh Nabi Khiddir.
Nabi Khiddir berpesan, hendaknya Kanjeng Sunan Kalijaga mengurungkan niatnya untuk pergi ke Mekkah dan cepat-cepat kembali kepulau jawa, sebab ada hal yang lebih penting untuk dilakukan di pulau jawa.
Nabi Khiddir juga berpesan, agar Kanjeng Sunan Kalijaga tetap berada di pulau jawa dan menyebarkan ajaran agama Islam serta menyebarkan tuntunan kebenaran pada penduduk pulau jawa
Kalau tidak, maka penduduk pulau Jawa akan kembali ke jalur kekafiran. Dan apabila itu terjadi, maka sulitlah bagi Kanjeng Sunan Kalijaga untuk mengarahkan dan menuntunnya kembali kejalan yang di Ridho'i oleh Allah seperti sekarang ini.
Kalau tidak, maka penduduk pulau Jawa akan kembali ke jalur kekafiran. Dan apabila itu terjadi, maka sulitlah bagi Kanjeng Sunan Kalijaga untuk mengarahkan dan menuntunnya kembali kejalan yang di Ridho'i oleh Allah seperti sekarang ini.
Mendapat kenyataan ini Kanjeng Sunan Kalijaga terkejut, dan dengan ke ikhlasan hati. Kanjeng Sunan Kalijaga pun kembali ke pulau jawa atas anjuran Nabi Khiddir.
Dalam pertemuan dengan Nabi Khiddir. Kanjeng Sunan Kalijaga di beri wejangan.
Adapun wejangan yang di terima Kanjeng Sunan Kalijaga dari Nabi Khiddir, yaitu : (Suluk Linglung Sunan Kalijaga). Inilah kutipan wejangannya:
Birahi ananireku,
aranira Allah jati.
Tanana kalih tetiga,
sapa wruha yen wus dadi,
ingsun weruh pesti nora,
ngarani namanireki
Timbullah hasrat kehendak Allah menjadikan terwujudnya dirimu, dengan adanya wujud dirimu menunjukkan akan adanya Allah dengan sesungguhnya, Allah itu tidak mungkin ada dua apalagi tiga. Siapa yang mengetahui asal muasal kejadian dirinya, saya berani memastikan bahwa orang itu tidak akan membanggakan dirinya sendiri.
Sipat jamal ta puniku,
ingkang kinen angarani,
pepakane ana ika,
akon ngarani puniki,
iya Allah angandika,
mring Muhammad kang kekasih.
Ada pun sifat jamal (sifat terpuji/bagus) itu ialah, sifat yang selalu berusaha menyebutkan, bahwa pada dasarnya adanya dirinya, karena ada yang mewujudkan adanya. Demikianlah yang difirmankan Allah kepada Nabi Muhammad yang menjadi Kekasih-Nya
Yen tanana sira iku,
ingsun tanana ngarani,
mung sira ngarani ing wang,
dene tunggal lan sireki iya Ingsun iya sira,
aranira aran mami
Kalau tidak ada dirimu, Allah tidak dikenal/disebut-sebut; Hanya dengan sebab ada kamulah yang menyebutkan keberadaan-Ku, Sehingga kelihatan seolah-olah satu dengan dirimu. Adanya AKU, Allah, menjadikan dirimu. Wujudmu menunjukkan adanya Dzatku.
Tauhid hidayat sireku,
tunggal lawan Sang Hyang Widhi,
tunggal sira lawan Allah,
uga donya uga akhir,
ya rumangsana pangeran,
ya Allah ana nireki.
Tauhid hidayah yang sudah ada padamu, menyatu dengan Tuhan. Menyatu dengan Allah, baik di dunia maupun di akherat. Dan kamu merasa bahwa Allah itu ada dalam dirimu.
Ruh idhofi neng sireku,
makrifat ya den arani,
uripe ingaranan Syahdat,
urip tunggil jroning urip sujud rukuk pangasonya,
rukuk pamore Hyang Widhi
Ruh idhofi ada dalam dirimu. Makrifat sebutannya. Hidupnya disebut Syahadat (kesaksian), hidup tunggal dalam hidup. Sujud rukuk sebagai penghiasnya. Rukuk berarti dekat dengan Tuhan pilihan.
Sekarat tananamu nyamur,
ja melu yen sira wedi,
lan ja melu-melu Allah,
iku aran sakaratil,
ruh idhofi mati tannana,
urip mati mati urip.
Penderitaan yang selalu menyertai menjelang ajal (sekarat) tidak terjadi padamu. Jangan takut menghadapi sakratulmaut, dan jangan ikut-ikutan takut menjelang pertemuanmu dengan Allah. Perasaan takut itulah yang disebut dengan sekarat. Ruh idhofi tak akan mati; Hidup mati, mati hidup
Liring mati sajroning ngahurip,
iya urip sajtoning pejah,
urip bae selawase,
kang mati nepsu iku,
badan dhohir ingkang nglakoni,
katampan badan kang nyata,
pamore sawujud, pagene ngrasa matiya,
Syekh Malaya (S.Kalijaga) den padhang sira nampani,
Wahyu prapta nugraha.
Mati di dalam kehidupan. Atau sama dengan hidup dalam kematian. Ialah hidup abadi. Yang mati itu nafsunya. Lahiriah badan yang menjalani mati. Tertimpa pada jasad yang sebenarnya. Kenyataannya satu wujud. Raga sirna, sukma mukhsa. Jelasnya mengalami kematian! Syeh Malaya (S.Kalijaga), terimalah hal ini sebagai ajaranku dengan hatimu yang lapang. Anugerah berupa wahyu akan datang padamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar