Wujud insan berasal dan di jadikan dari tanah, dan kepada tanah pulalah insan akan kembali. Belum cukupkah pengertian ini dicerna dan dikupas.
Oleh karena itu sesungguhnya insan diperintahkan untuk tidak congkak dan tahkabur ataupun menyombongkan diri.
Dan harus diingat, sesungguhnya diri insan itu berasal dan diciptakan dari segumpal debu yang hina. Kemudian Allah menggabungkan dengan unsur lain, dan diciptakan wujud dari diri insan.Sadarkah, bahwa sesungguhnya Allah telah memberikan sesuatu kehormatan terbesar pada diri insan, memberikan keistimewaan pada diri insan. Allah telah mengangkat derajat insan dan di tempatkan pada kedudukan makluk tertinggi dari makluk-makluk lain yang juga ciptaanNYA.
Insan merupakan makluk pilihan yang di selaraskan dan untuk merintis jalan yang di hamparkan olehNYA. Dengan jubah kesempurnaan itulah seharusnya insan menitih langkah dalam pengabdian.
Tapi mengapa, insan seakan melupakan akan kesempurnaan ini, dan senantiasa menuruti hasrat yang terpetik dalam pemikiran tanpa di kenbalikan di hati. Dan yang paling memperhatinkan, tak sedikit dari insan memilih "Kesempurnaan Kehidupan" dari pada memilih "Kesempurnaan Hidup".
Dengan kemampuan menggunakan akal dan kemampuan untuk berpikir itulah yang membedakan antara dirinya dengan makluk lainnya. Dan dengan kemampuan itu pula insan dapat memecahkan permasalahn yang terjadi, dengan cara bermusyawarah dan mufakat tanpa ada seberkas pertentangan yang membuat diri insan jatuh, dan pada akhirnya dapat disamakan dengan makluk lain yang hanya bisa menggunakan pemikiran singkat dan tenaga saja.
Tanah merupakan bagian dari bumi, dan dari tanah itu pula Allah memberikan kepada insan untuk menetap dan berlindung diri, mengembangkan keturunan (berkaum-kaum), serta tempat untuk mencari rezeki demi kelangsungan hidupnya.
Dan betapak laknatnya bila diatas hamparan bumi yang menjadi ciptaanNYA. Bila insan merusak tanah maupun bumi, hanya untuk maksud-maksud tertentu (keji) serta berbaur dan menciptakan kejahatan diatasnya.
Tanah merupakan tempat berpijak dan tempat untuk mencari nafkah (rezeki), tapi mengapa insan itu sendiri seakan melupakan akan hakekat dari tanah itu sendiri .. ?!? ..
Padahal apa yang insan pertentangkan diatas tanah ataupun bumi dengan segala cara akan habis dan menyatu dalam tubuh melalui mulut dan di tampung didalam perut. Dan pada akhirnya dikeluarkan berbentuk kotoran.
Bila dapat berpikir demikian, pantaskah diri insan saling berebut diatas tanah yang dipijaknya hanya karena isi perut semata.
Dan sadarkah, bahwa sesuatu yang insan cari diatas tanah akan habis begitu saja, dan masuk kedalam diri insan itu sendiri.
Hal seperti inilah yang menandakan bahwa bumi yang berada di lingkup dunia, lebih kecil dibandingkan dengan wujud bumi yang berada didalam diri insan. Karena semua dan apapun yang mereka perebutkan hanya akan terkikis habis masuk didalam tubuh insan.
Tanah dan bumi diberikan oleh Allah pada insan, bukan untuk mencari kepuasan atau untuk saling menjatuhkan antara yang satu dengan yang lainnya. Demi hanya untuk menuruti dorongan hawa nafsu yang berada pada diri setiap insan.
Tapi tanah maupun bumi diberikan oleh Allah demi untuk kebahagiaan seluruh umat manusia (insan) tanpa terkecuali, baik itu dari golongan kaum miskin maupun golongan kaum kaya, baik itu laki-laki maupun perempuan dan baik itu yang tua maupun yang muda. Kesemuanya akan kebagian menurut hakekat yang telah di turunkan oleh Allah melalui hamparan tuntunanNYA.
Dengan demikian, seharusnya insan mengucapkan rasa terima kasih dan puji syukur dengan segenap jiwa raga, apa-apa yang sudah dipercayakan oleh Allah pada dirinya, dan sudah menjadi kewajiban bagi insan untuk menjaga dan merawatnya, dengan segenap kemampuan yang juga diberikan oleh Allah kepada setiap insan. Agar apa yang sudah di amanahkannya bisa menunjang rintisan langkah hidup oleh seluruh insan.
Tanah merupakan tempat dimana kaki berpijak, dan dimana bumi dipijak, disitu pulalah langit dijunjung. Hal ini mempunyai makna atau pengertian.
Biarpun seluruh insan diberi karunia hidup untuk melakukan usaha atau kegiatan diatas tanah dan juga bumi, sudah semesti insan harus juga menjunjung tinggi kepada sang Pencipta dengan sepenuh hati. Dan melaksanakan apa-apa yang diperintahkan serta menjauh apa-apa yang dilarang. Agar hikmah dan rahmat dariNYA dapat wujud dan dapat dirasakannya.
Tanah dapat juga disebut dengan tugas sedangkan langit dapat juga disebut dengan syarat, dan antara syarat dan tugas pada dasarnya tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya, atau juga tidak bisa berdiri sendiri. Keduanya saling berkaitan dan saling berhubungan demi untuk menunjang terwujudnya bias hidayah yang menjadi karomah dariNYA.
Antara syarat dan tugas selalu saja mengiringi langkah setiap insan, semenjak insan terlahir dan diberikan nafas hidup.
Sebagai syarat pertama dalam kelahiran adalah diberikan nafas kehidupan. Dan sebagai tugasnya, insan harus bersyukur dengan apa yang sudah diberikan dan yang sudah dipercayakan oleh Allah kepada diri insan.
Ini merupakan suatu rahmat yang paling berharga dalam kehidupan ini. Dan untuk kewajiban selanjutnya, insan dianjurkan untuk melaksanakan atau menjalankan kehidupan dengan sebaik-baiknya, demi terciptanya lembaran baru yang sesuai dengan kaidah islamiyah.
Ketika tanah dijadikan ajang pertempuran dan juga dijadikan ajang pengumbaran hawa nafsu, hanya untuk merebutkan sesuatu yang hanya dilandasi dengan kepentingan diri pribadi tanpa mengindakan peradaban yang sudah seharusnya di patuhi.
Dimana yang salah bebas dari kesalahan atau bebas dari hukum, sedangkan yang benar atau yang tidak tahu apa-apa justru di jadikan kambing hitam.
Pada saat itulah sang utusan sejati (nur muhammad) menjadi gelisah dalam duka dan kecewa, karena ajaran tentang kebenaran yang hakiki telah dilupakan oleh insan. Dan insan tersebut tak henti-hentinya memperdebatkan siapa yang bersalah dan siapa yang benar.
Dan bila hal terus berlanjut tanpa ada batas penyadaran dari diri insan. Jangan mempertanyakan ulang, bila pada akhirnya Allah sang pemilik alam dan kehidupan ini mengumbar murka, dan DIA pasti menurunkan azabnya pada diri insan, yang mengingkari akan kewajibannya sebagai makluk hidup yang sudah seharusnya memiliki kesempurnaan.
Pada dasarnya azab itu turun dari permintaan diri insan itu sendiri. Dan bukan merupakan suatu takdir dari Allah. Memang pada hakekatnya Allah telah menakdirkan seluruh insan dengan penakdiran yang baik, dan tentang penakdiran yang buruk, bukanlah yang diberikan oleh Allah pada diri insan, tapi insan sendirilah yang merubahnya dengan pencerminan tingkah laku dari diri insan itu sendiri.
Dengan demikian, siapa yang seharusnya dipersalahkan, apa insan harus menyalahkan takdir yang berasal dariNYA. Ataukah menyalahkan diri insan yang menerima dan merubah dari takdir tesebut .. !?! ..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar